2

Jurnal Pendidikan | STUDI KASUS DAN PROGRAM HIPOTETTIK PADA ANAK DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA RENDAH DI SDLB / C SLB NEGERI BOGOR


Jurnal Pendidikan | STUDI KASUS DAN PROGRAM HIPOTETTIK PADA ANAK DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA RENDAH DI SDLB / C SLB NEGERI BOGOR

STUDI KASUS DAN PROGRAM HIPOTETTIK PADA ANAK DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA RENDAH

DI SDLB / C SLB NEGERI BOGOR

 

Penulis:

Lukman Hakim,M.Pd


ABSTRAK

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus tunggal. Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah profil siswa, bagaimana mengasesmen anak yang mempunyai kemampuan membaca rendah, bagaimanakah pelaksanaan pengajaran membaca permulaan, Bagaimanakah alternatif program pengajaran membaca permulaan yang sesuai. Landasan teoritis utama yang digunakan adalah pengajaran membaca permulaan dengan pendekatan whole language. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa: program pengajaran membaca permulaan dengan pendekatan whole language dan metode struktur analisis sintesis (SAS) dalam konteks pengajaran klasikal diusulkan sebagai solusi.


PENDAHULUAN

 

Kemampuan membaca bagi anak dengan hambatan kecerdasan selalu jadi tuntutan, walaupun sesungguhnya akan sulit dikuasai dibandingkan dengan  kapasitas anak itu sendiri.  Pada level yang maksimal kemampuan membaca pada seorang anak dengan hambatan kecerdasan terbatas pada membaca hal-hal yang fungsional sehari-hari yang  digunakan secara regular pada percakapan dalam bentuk teks seerhana. Kemampuan membaca seorang anak dengan hambatan kecerdasan belum mampu digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam meningkatkan pengetahuannya, oleh karena itu media internet belum mampu dipakai anak untuk memahami peristiwa yang terjadi pada saat itu di belahan dunia yang lain.

Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh informasi bahwa pada setiap tahun pelajaran, guru mendapati beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam menggabungkan bunyi huruf menjadi satu kesatuan bunyi kata. Menurut guru, siswa di kelas satu secara seharusnya sudah bisa membaca kata dasar sederhana dengan lancar,

Dalam konteks ini pengajaran membaca dilihat secara makro dari sudut pandang tertentu. Penelitian dengan pendekatan semacam ini sebatas mengetahui permukaan luar dari pengajaran membaca permulaan. Penelitian-penelitian ini belum bisa menjawab pertanyaan mengapa beberapa anak mengalami kegagalan dalam belajar membaca permulaan, walaupun pendapat-pendapat prediktif mengemukakan bahwa anak dengan hambatan kecerdasan mengalami hambatan secara mental, artinya secara mental memang mereka belum matang atau belum siap dan belum membutuhkan kemampuan tersebut. Jadi pertanyaanya untuk mereka adalah bagaimana pengajaran membaca permulaan yang sesuai untuk mencegah permasalahan kemampuan membaca rendah dalam setting keseluruhan kelas (whole class instruction).

Berdasarkan pemikiran ini peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang pengajaran membaca permulaan bagi siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah dalam setting pengajaran keseluruhan kelas.

Ada dugaan bahwa anak mengalami disleksia disebabkan oleh disfungsi otak yang minimal. Dugaan lain adalah Faktor lingkungan yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan di sekolah dan lingkungan di luar atau sebelum sekolah. Lingkungan di sekolah yang dapat menyebabkan kemampuan membaca rendah diantaranya adalah ketidaktepatan metode, kurikulum yang kaku, sikap guru, pengalaman pendidikan pra-sekolah (Skjorten, 2003a) dan tidak memadainya bahan bacaan yang tersedia di sekolah.

Pengajaran di sekolah idealnya dapat menyediakan lingkungan belajar yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap anak untuk belajar dan berkembang sesuai dengan keragaman individual dan keragaman latar belakang bahasa dan budaya. Kenyataanya siswa yang mengalami kegagalan dalam mengembangkan kemampuan membaca masih banyak terjadi di kelas satu sekolah dasar. Berkaitan dengan permasalahan ini, sebagai salah satu upaya pemecahan masalah, perlu dirumuskan program pengajaran membaca permulaan yang operasional dan sesuai dalam setting pengajaran keseluruhan kelas. Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan deskripsi obyektif tentang profil siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah dan deskripsi obyektif tentang pelaksanaan pengajaran membaca permulaan yang selama ini telah dilakukan guru.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengajaran membaca yang formal perlu difokuskan pada perkembangan dua jenis penguasaan yaitu pengenalan kata dan pemahaman (Lyster, 2003).

Pengenalan kata atau membaca teknis merupakan proses pemahaman atas hubungan huruf atau kata menjadi sistem bunyi (Sunardi, 1997), pengertian ini sama dengan pengertian membaca permulaan (Purwanto dan Alim, 1997).

Membaca pemahaman atau membaca lanjut merupakan proses menangkap makna dari kata-kata yang tercetak atau bahasa tulisan (Sunardi, 1997; Purwanto dan Alim, 1997).

Mengucapkan (baik dalam hati maupun bersuara) kata apel yang tercetak merupakan proses membaca permulaan, memahami bahwa itu apel bukan jeruk atau jambu merupakan proses pemahaman. Pada tingkat membaca permulaan seorang siswa belajar memecahkan 1 kode-kode tertulis yang merupakan representasi bahasa lisan. Memecahkan kode berarti merubah huruf demi huruf dari suatu kata yang tertulis menjadi satu kesatuan bunyi dari kata yang bersangkutan (Lyster, 1999).

Faktor lingkungan sebelum atau di luar sekolah yang tidak memadai seperti ini dirujukkan pada konsep Linguistic and Cultural Diverse (LCD). Menurut Grainger (2003) sejumlah dokumentasi penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang lemah dalam membaca atau mempunyai kemampuan membaca yang rendah mempunyai kesulitan yang amat besar dalam aspek-aspek fonologi (bunyi) bahasa, dibanding dengan pembaca fasih. Lebih lanjut menurut Grainger, kurangnya kesadaran bunyi merupakan prediktor paling signifikan dari kegagalan membaca diantara anak-anak dengan kelemahan membaca khusus.

Merujuk pertanyaan utama penelitian, dalam penelitian ini terdapat tiga konsep utama yaitu: pengajaran, membaca permulaan dan siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah. Pengajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah usaha sadar guru dalam melakukan kegiatan mengajar yang meliputi: penetapan tujuan, penentuan prosedur pengajaran, penentuan media pengajaran, bentuk pengelompokan siswa, pengorganisasian materi pelajaran dan pelaksanaan evaluasi (Corte, dalam Winkel, 1991).

Membaca permulaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengubah simbol tertulis berupa huruf menjadi sistem bunyi atau suara (Sunardi, 1997), dimana setiap huruf dalam kata didekodekan menjadi bunyi dalam satu paket bunyi secara otomatis (Lyster, 1999).

Membaca permulaan mencakup kemampuan: mengenal bunyi huruf, menggabungkan bunyi menjadi kata, mengenal variasi bunyi dan menganalisisbunyi suatu kata (Sunardi, 1997). Siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah diartikan sebagai siswa yang kemampuan membacanya tertinggal jauh oleh teman-teman seusianya (Grainger, 2003).

Identifikasi terhadap hambatan intelektual biasanya dirujukkan kepada perolehan skor pada tes inteligensi individual. Skor IQ di bawah 70 dengan mengunakan tes inteligensi Wechsler untuk anak-anak atau Wechsler Intelligence Scale for Children, mengindikasikan adanya hambatan intelektual (Foreman, 2001).

Permasalahan penglihatan yang dimaksudkan adalah kondisi mata yang tidak terpusat atau refactive error (Harjasujana dan Damaianti, 2003). Konsep ini mencakup: long sightedness (tidak dapat melihat pada jarak dekat), short sightedness (tidak dapat melihat pada jarak jauh), Astigmatism (kejelasan penglihatan pada salah satu mata), Eye teaming problems (kedua mata tidak terfokus pada obyek yang sama), Focussing or accommodation problems (kesulitan berpindah dari satu fokus ke fokus yang lain) (Robinson, 2001).

Dalam konteks persekolahan siswa mempunyai kemampuan membaca rendah apabila kemampuan membacanya di bawah kemampuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Lebih operasional, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah salah satu indikatornya adalah siswa yang mengulang kelas di kelas satu.

Membaca rendah bisa juga disebabkan karena faktor: latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, pemahaman, latar belakang bahasa, latar belakang budaya, hambatan intelektual, masalah penglihatan, masalah pendengaran, kesulitan membaca, kesadaran bunyi, bantuan pengajaran dan bahan bacaan.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengunakan strategi penelitian studi kasus, yaitu studi kasus tunggal. Pendekatan penelitian kualitatif dan strategi penelitian studi kasus dipandang tepat untuk menjawab pertanyaan penelitian yang menuntut diperolehnya data penelitian yang mendalam tentang fenomena penelitian yaitu pengajaran membaca permulaan bagi siswa dalam setting pengajaran keseluruhan kelas. Metode pengumpulan data yang digunakan mencakup: wawancara semi terstruktur, observasi nonpartisipatif dan tes, serta didukung dengan metode pembicaraan informal atau informal talk.

SETING PENELITIAN

Yang menjadi fenomena dalam penelitian ini adalah pengajaran membaca permulaan bagi siswa dalam setting pengajaran membaca permulaan bagi keseluruhan siswa di kelas sepuluh satu. Artinya pengajaran membaca permulaan bagi siswa tidak dilakukan secara terpisah misalnya dalam kelas khusus, tetapi dilaksanakan dalam konteks whole class instruction. Selanjutnya, berdasarkan ruang lingkup rumusan pertanyaan utama penelitian dan rumusan-rumusan sub-pertanyaan penelitian, yang menjadi unit analisis atau kasus dalam penelitian ini adalah kelas, yaitu kelas satu. Dalam memilih lokasi penelitian dipilih SLB Negeri Bogor dimana penulis bertugas yang mempunyai siswa dengan kemampuan memebaca rendah.

Untuk menjaga keabsahan data yang diperoleh melalui tes, quisioner/angket, wawancara, dan observasi dilakukan dengan tigajalan yaitu: Pertama, dengan membuat catatan lapangan serinci, selengkap, sekongkret dan sekronologis mungkin. Kedua, dengan member checks yaitu dengan mencari masukan dari informan tentang data yang telah dikumpulkan. Ketiga, dengan triangulasi metode yaitu metode wawancara, observasi dan informal talk.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bagian ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, presentasi atau penyajian data penelitian tentang pofil siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah. Dilanjutkan dengan analisis dan diskusi tentang data penelitian siswa tersebut. Kedua, penyajian data penelitian tentang pelaksanaan pengajaran membaca permulaan bagi siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah dalam setting pengajaran keseluruhan kelas. Dilanjutkan dengan analisis dan diskusi. Dan ketiga, diskusi tentang permasalahan-permasalahan yang muncul dalam bagian pertama dan kedua. Ahirnya, solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut diwujudkan dalam program hipotetik tentang pengajaran membaca permulaan yang operasional dan sesuai untuk diterapkan di kelas.

Namun demikian, sebelum memulai pembahasan, terlebih dahulu perlu dideskripsikan kondisi umum sekolah dan ruang kelas.

Deskripsi ini untuk memberi informasi latar dimana fenomena penelitian ini terjadi. Secara keseluruhan bangunan ini mempunyai belasan ruang kelas dengan masing-masing panjang 6m dan lebar 4m.

 

A. Profil Siswa-Siswa yang Mempunyai Kemampuan Membaca Rendah

Uraian dalam sub-bab ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama adalah penyajian data tentang profil setiap siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah, yang diikuti analisis terhadap data dari setiap siswa. Bagian kedua akan berisi analisis dan diskusi dari profil siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah secara keseluruhan.

1. Penyajian Data

Siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah di kelas satu, yaitu Cdr 1). Penyajian Data Cdr :

Hambatan Intelektual

Sebagaimana rata-rata IQ anak berkebutuhan khusus mereka berada di bawah IQ 70 Berdasarkan hasil tes IQ dengan menggunakan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC),

Latar belakang Keluarga dan Keluasan dalam Pergaulan

Bahasa pertama atau bahasa sehari-hari yang digunakan

a. Cdr sejak kecil tinggal serumah bersama kedua orangtuanya dan juga bersama nenek dan kakeknya. Cdr merupakan anak pertama, ia memiliki seorang adik perempuan yang berusia satu tahun.

b. Aktivitas kebahasaan belajar membaca dan menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) dilakukan Cdr dibawah bimbingan ibunya. Kegiatan belajar ini rutin dilakukan setiap habis Maghrib, selama ibu Cdr tidak mendapat giliran kerja (shift) malam hari. Dalam seminggu, ibu Cdr shift malam hari sebanyak tiga hari.

Lingkungan Cetak (print environment)

Cdr tidak memiliki buku cerita untuk anak-anak, Cdr juga tidak mempunyai majalah anak-anak. Kalau buku-buku pelajaran yang dianjurkan oleh guru agar semua siswa memiliki, orangtua Cdr mampu membelikan. Yang jelas Cdr memiliki buku penunjang Bahasa Indonesia berjudul Taktis, dan buku LKS (Lembar Kerja Siswa) yang di dalamnya ada LKS untuk Bahasa Indonesia.

Analisis terhadap Data Cdr

Untuk menjaga terlalu luasnya identifikasi tentang kosa-kata yang dikuasai Cdr maka penulis membatasi asesmenya pada kata-kata yang biasa dipakai di rumah, di lingkungan terdekat anak dan kata-kata yang biasa tertulis di buku-buku paket kelas 1 SD.

Dari hasil asesmen tersebut dapat diketahui bahwa penguasaan kosa-kata anak didominasi dengan kosa kata yang biasa diucapkan di rumah artinya kata-kata yang sering dia dengar dan diulang-ulang, seperti nama papah, mamah, kakak, adik, nenek atau kakek, atau kata-kata benda yang sering diucapkan oleh anggota keluarga seperti sapu, piring, nasi, makan, minum dan lain-lain.

Sedangkan kata-kata yang berhubungan dengan dengan lingkungan dan kata-kata yang berlaku pada pembelajaran di sekolah tingkat dasar kelas 1 masih berlatar pada kata-kata yang anak kuasai di lingkungan rumah.

Dari hasil wawancara dan penyebaran quisioner kepada orang tua dan orang-orang terdekat dengan anak diketahui bahwa anak memang lebih mampu menguasai kosa kata yang berhubungan lingkungan rumah dan kurang menguasi kosa kata di lingkungan sekitar rumah dan kosa kata akademik sekolah tingkat dasar.

Keadaan ini bisa jadi disebabkan karena kurangnya keluarga memberi kesempatan anak untuk bergaul di lingkungan luar rumah dan kurangnya rangsang keluarga kepada anak melalui buku-buku bacaan atau bahan lain yang berhubungan dengan akademis sekolah.

Analisis dan Diskusi

Analisis dan diskusi dilakukan untuk  siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah. Analisis ini dilakukan berdasarkan kategori-kategori yang muncul. Sebelum memulai analisis yang dilanjutkan dengan diskusi, terlebih dahulu akan di paparkan rangkuman analisis yang telah dilakukan terhadap data setiap siswa.

Analisis kepada siswa diarahkan untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan penyebab kesulitan membaca permulaan.  

Berdasarkan presentasi data penelitian tentang profil siswa, diketahui bahwa terdapat tiga katagori utama yang berhasil ditemukan. Ketiga kategori tersebut adalah: kecerdasan yang dalam hal ini ditunjukan melalui tes IQ siswa, keluasan orang tua dalam memberikan kesempatan siswa untuk bergaul di lingkungan luar rumah, dan aktivitas kebahasaan terutama pengenalan pada lingkungan cetak.

Dengan demikian, kategori kategori yang akan menjadi fokus dalam analisis dan diskusi untuk keseluruhan siswa adalah: IQ siswa, keluasan orang tua dlam memberikan kesempatan siswa untuk bergaul di lingkungan luar rumah, dan aktivitas kebahasaan terutama pengenalan pada lingkungan cetak.

2. Penyajian Data Penelitian tentang Pelaksanaan Pengajaran Membaca Permulaan

a. Hambatan Intelektual 

Kategori hambatan intelektual sebagaimana telah disebutkan di bagian terdahulu, dipahami sebagai permasalahan yang signifikan tentang fungsi berpikir. Temuan penelitian menunjukkan, bahwa siswa mempunyai hambatan intelektual dengan Skor IQ sebesar 70.

Berkaitan dengan hambatan membaca anak maka, berdasarkan referensi yang ada dan temuan dilapangan serta hasil wawancara dengan orang tua anak dikatahui  bahwa anak dengan hambatan intelektual secara rata-rata perkembangan mereka mulai mampu berbicara pada usia 4 tahun ini disebabkan karena anak terdapat keterlambatan kematangan berbahasa, kapasitas intelektual anak juga tidak mampu mengoleksi atau menirukan bahasa-bahasa yang didengarnya.

Rendahnya intelektual akan berakibat pada rendahnya kemampuan mengadaftasi baik dalam pengaturan emosi, hubungan social, juga mengadaftasi hal-hal baru yang berbau akademik, misalnya kesadaran bunyi, membaca, berhitung, menulis dan lain-lain.

Kesadaran bahasa merupakan keinsafan anak bahwa bahasa lisan yang digunakan sehari-hari mempunyai bentuk yaitu fonem, morfem dan sintaks.

b. Latar belakang Keluarga dan Keluasan dalam Pergaulan  

Berdasarkan kemampuan yang rendah dalam beradaftasi maka anak jarang dilibatkan dalam hubungan-hubungan social yang lebih luas oleh keluarga terutama hubungan social di lingkungan, baik dengan teman seuisianya atau dengan orang-orang dewasa yang dimungkinkan mengajarkan bahasa kepada anak.

Akibat yang ditimbulkan adalah anak relative sangat sedikit berinteraksi hal itu juga yang mengakibatkan anak kurang mendapat rangsang untuk mengoleksi kosa kata, menyelaraskan kata yang yang dikuasainya dengan benda atau keadaan yang kongkrit sehubungan dengan kata itu, atau anak tidak mempunya padanan kata untuk menyelaraskan kata yang dikuasainya dengan kata yang lain, akibatnya anak kurang mampu membuat kalimat sederhana dalam berbicara.

Anak biasanya cepat marah karena tidak mampu membahasakan keinginannya kepada orang orang lain, karena lawan bicanya kurang mengerti tujuan bahasa yang diucapkan anak

 Lingkungan Cetak

Kategori lingkungan cetak dipahami sebagai ketersediaan bahan bacaan yang dapat diakses oleh anak di rumah. Kategori lingkungan cetak memiliki dua sub-kategori yaitu bahan bacaan umum dan bahan bacaan dari buku pelajaran.  

3. Program Hipotetik

Program pembelajran membeca permulaan seharusnya berdasar pada penegetahuan dan pemahaman kata (jumlah kosa kata) anak terutama  pada kata-kata yang fungsional artinya kata-kata yang sering dia gunakan, diucapkan dan melakukan dengan kata-kata tersebut terutama dalam pergaulannya di rumah, sekolah, atau di lingkungan dimana anak berinteraksi. Intensitas interaksi akan mempengaruhi banyak sedikitnya kosa-kata yang anak kuasai.

Untuk keperluan pembelajaran perlu kiranya guru mengoleksi kata-kta (kosa kata)  yang yang telah anak kuasai, kemudian mengidentifikasi apakah kata-kata tersebut sudah diucapkan dengan benar, identifikasi juga diperlukan untuk mengetahui apakah kata-kata telah sesuai/paham dengan bendanya atau sesuai padanan kata-kata yang lain yang menyertainya, dan menidentifikasi kata-kata mana yang telah mampu anak tulis dan sebagainya.

Dan Serangkaian data ini bisa  dikumpulkan melalui proses asesmen berupa tes langsung terhadap anak, observasi dari hasil pengamatan pembicaraan anak dengan guru dan temanya, mewawancarai, dan penyebaran quisioner terhadap orang terdekat dengan anak terutama ibu-bapak, dan orang yang biasa mengasuh anak.

 

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Pertama, profil siswa-siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah dapat dideskripsikan sebagai berikut. (1) Hambatan Intelektual Kategori hambatan intelektual sebagaimana telah disebutkan di bagian terdahulu, dipahami sebagai permasalahan yang signifikan tentang fungsi berpikir. Temuan penelitian menunjukkan, bahwa siswa mempunyai hambatan intelektual. Skor IQ sebesar 70 keadaan ini berakibat kepada kematangan berbahasa, kemampuan interaksi socialkematatangan emosi dan kemampuan beradaftasi terutama dalam katagori-katagori akademik.  (2) Latar belakang Keluarga dan Keluasan dalam Pergaulan. Karena terdapat  kemampuan yang rendah dalam beradaftasi maka anak jarang dilibatkan dalam hubungan-hubungan social yang lebih luas oleh keluarga terutama hubungan social di lingkungan, baik dengan teman seuisianya atau dengan orang-orang dewasa yang dimungkinkan mengajarkan bahasa kepada anak.

Diketahui bahwa anak berperilaku tidak sesuai dengan usianya, anak secara mental lebih dengan anak balita, diantaranya anak sering marah tanpa sebab, kurang mampu bergaul dengan temanya dalam sebuah permainan, dan sering merebut mainan temannya, tanpa mau dialihkan pada situasi lainya. Lingkungan Cetak Kategori lingkungan cetak dipahami sebagai ketersediaan bahan bacaan yang dapat diakses oleh anak di rumah. Kategori lingkungan cetak memiliki dua sub-kategori yaitu bahan bacaan umum dan bahan bacaan dari buku pelajaran. dari hasil wawancara diketahui bahwa anak tidak memiliki akses pada lingkungan cetak.

B. Rekomendasi

1. Perencanaan pembelajaran membaca permulaan

Perencanaan pembelajaran membaca permulaan seharusnya didasarkan pada hasil asesmen tentang penguasaan kata atau kosa kata anak, lebih jauh guru juga harus menelusuri apakah kata-kata yang sudah diucapkan dengan benar, mengetahui apakah kata-kata telah sesuai/paham dengan bendanya atau sesuai padanan kata-kata yang lain yang menyertainya, dan mengidentifikasi kata-kata mana yang telah mampu anak tulis dan sebagainya.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan

Pelaksanaan membaca permulaan bisa dengan mengoreksi kosa kata anak yang belum sempurna agar bisa lebih disempurnakan baik dalam pengucapan atau dalam merangkaikan dengan kata-kata yang lain hingga anak mempunyai kemampuan percakapan dengan baik.

Peklaksaanaan pemelajaran juga bisa dengan tujuan menambah kosa kata lain di luar kosa kata yang telah anak kuasai, ada baiknya kata-kata tersebut masih berhubungan dengan kata-kata yang telah anak kuasai tujuannya agar kata-kata baru tersebut lebih bermakna bagi anak dengan harapan anak dengan mudah mengingatnya.

Adapun metoda yang disarankan dalam pembelajaran kelas secara menyeluruh adalah metode struktur analisis sintesis (SAS) dalam konteks pengajaran klasikal

3. Evaluasi Pembelajaran Membaca Permulaan

Dalam pelaksanaan pembelajaran sebaiknya guru menetapkan target, yaitu target perbaikan pengucapan kata ataupun target dalam penambahan kosa kata yang ada.

Misalnya dalam rentang waktu tertentu guru mentargetkan memperbaiki pengucapan 3-5 kata atau penambahanan 3-5 kosa kata baru.

 


DAFTAR PUSTAKA

Adil, N. (1991). Perbandingan Keefektifan Metode Eja dengan Metode SAS dalam Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan. Tesis pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

 

Alwasilah, A. C. (2002). Pokoknya Kualitatif Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya.

 

Atmo, M. S. (1997). Pendidikan Bagi Anak Disleksia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Chaer, A. (2003). Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta:

 

Rineka Cipta. Creswell, J. W. (1994). Research Design Qualitatif & Quantitative Approaches. California: Sage Publication, Inc.

 

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1993/1994). Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Kelas I Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar.

 

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Perkembangan Jumlah Siswa Menurut Status Sekolah Tiap Provinsi tahun 1999/2000 – 2001/2002. [Online]. Tersedia: http://www. depdiknas. go.id/ statistik/ thn01/02/ dikdas/ sd /tab11. htm. [10 Juni 2004].

 

________. (2004). Jumlah Siswa Mengulang kelas tingkat Sekolah Dasar Tiap Provinsi tahun 2001/2002, 2002/2003. [Online]. Tersedia: http://www. depdiknas. go.id/ statistik/ thn01/02/dikdas/sd/tab11.htm. [10 Juni 2004].

 

Durgunoglu, A. Y., Nagy, W. E. dan Bhatt, J. H. (1993). “ Cross-Language Transfer of Phonological Awareness” dalam Levin, R. J. dan Marshal, H. H. (1993). Journal of Educational Psycology. No. 3. Vol. 85. September. Washington: American Psychological Association.

 

Ehri, L. C. dan Robbins, C. (1994). “Reading Storybooks to Kindergartners Help Them Learn New Vocabulary Words” dalam Levin, R. J. dan Marshal, H. H. (1994). Journal of Educational Psycology. No. 1. Vol. 86. September. Washington: American Psychological Association.

 

Faisal, S. (2003). “Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif” dalam Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan